aku bersaksi Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad Utusan Allah

Rabu, 15 Oktober 2014

Pengertian, Dasar, dan Tujuan Akidah Akhlak

A- Pengertian Akidah Akhlak Menurut bahasa,
 kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.

B. Dasar Akidah Akhlak 
 Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.” Islam mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim. Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang artinya “Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.” Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah AlHadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim). 

C. Tujuan Akidah  
Akhlak Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah akhlak tersebut. Adapun tujuan aqidah akhlak itu adalah : 
 a) Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia terdorong mengakui adanya Tuhan. Firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 172-173 yang artinya “Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu menguluarkan kehinaan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu? “, mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi” (Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan tuhan)” atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” Dengan naluri ketuhanan, manusia berusaha untuk mencari tuhannya, kemampuan akal dan ilmu yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengerti tuhan. Dengan aqidah akhlak, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar
 b) Aqidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam aqidah akhlak.
 c) Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh aqidah akhlak agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat. 

Rabu, 06 November 2013

Pengertian kalimat Tauhid Laa ilaaha illallaah

Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu:

Sesungguhnya kalimat ini adalah pemisah antara kekafiran dan islam. Ia adalah kalimatut taqwa. Ia adalah al 'urwah al wutsqo(tali buhul yang kokoh). Ia adalah kalimat yang telah dijadikan oleh Nabi Ibrahim sebagai kalimat yang kekal bagi keturunannya agar mereka semua kembali pada tauhid (Lihat surat Az Zukhruf : 28. Pent).

Yang diharapkan adalah bukan sekedar mengucapkan kalimat ini di lisan tanpa mengetahui ma'nanya. Karena orang orang munafiqpun mengucapkannya, walaupun demikian mereka berada di bawah orang orang kafir, di tingkat paling rendah dalam neraka, padahal mereka menjalankan sholat dan mengeluarkan sedekah.

Akan tetapi yang diharapkan adalah mengucapkannya disertai dengan memahaminya dalam hati, mencintainya dan mencintai pemeluknya serta membenci dan memusuhi orang orang yang menyelisihinya. Sebagaimana sabda Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam:

من قال لاإله إلله مخلصا و في رواية خالصامن قلبه وفي رواية صادقا من قلبه وفي حديث آخر من قال لاإله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله

"Barang siapa yang mengucapkan tidak ada ilah selain Allah secara ikhlas dari dalam hatinya" Dalam riwayat lain: "dengan shidiq dari dalam hatinya" Dan dalam hadits lain: "Barang siapa yang mengucapkan tidak ada ilah selain Allah dan mengkafiri apa apa yang diibadahi selain Allah..."
Serta hadits hadits lainnya yang menunjukkan ketidaktahuan kebanyakan manusia terhadap syahadah ini.

Ketahuilah, bahwa kalimat ini adalah kalimat peniadaan dan kalimat penetapan. Meniadakan ilahiyah (sifat ke-ilah-an) dari selain Allah, yaitu dari semua makhluq termasuk Muhammad shollallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam dan Jibril, apalagi makhluq selain beliau berdua dari kalangan para wali dan orang orang sholeh. (apalagi dari kalangan orang orang durhaka. Pent).

Bila engkau telah memahami hal ini, maka perhatikanlah uluhiyah ini (ibadah ini) yang telah Allah tetapkan untuk Diri-Nya dan telah meniadakannya dari diri Muhammad, Jibril dan yang selain beliau berdua, walaupun hanya sebiji atom. Ketahuilah, bahwa uluhiyyah ini adalah apa apa yang telah dinamai oleh orang orang awam pada zaman kita sekarang ini dengan istilah as sirru (sakti dan mulia) dan al walayah (kewalian atau kemampuan mengatur dan menolong). Ilah bermakna al waliy (penolong) yang memiliki kesaktian, yang diistilahkan oleh mereka (orang orang musyrikin) dengan sebutan 'syeikh', juga yang diistilahkan oleh orang orang awam dengan sebutan as sayyid serta yang semisal dengan ini. Ini karena mereka menyangka bahwa Allah telah menempatkan suatu manzilah (kedudukan) bagi makhluq pilihan sehingga Dia meridhoi manusia untuk ber-iltija, berharap (rojaa'), beristighotsah (meminta pertolongan) kepada mereka, serta menjadikan mereka sebagai perantara antara dirinya dan Allah.

Sesuatu yang dijadikan oleh orang orang musyrik pada zaman kita sekarang ini sebagai perantara, adalah sesuatu yang dinamakan oleh orang orang musyrikin dahulu sebagai aalihah (ilah ilah). Al washithah (perantara) adalah al ilah. Maka ucapan seseorang "tidak ada ilah selain Allah" bermakna membathilkan segala perantara perantara yang ada.

Bila engkau ingin mengetahui hal ini dengan pengetahuan yang sempurna, maka dengan dua hal:

Pertama, Hendaknya engkau mengetahui bahwa orang orang kafir yang diperangi oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam, yang beliau bunuh dan rampas hartanya serta menghalalkan wanita wanita mereka adalah orang orang yang mendekatkan diri mereka kepada Allah subhanahu dengan tauhid rububiyyah, yaitu bahwa tidak ada yang menciptakan, memberi rezki, menghidupkan, mematikan serta mengatur segala urusan urusan kecuali Allah saja. Sebagaimana firman Allah ta'ala:

قل من يرزقكم من السماء والأرض أمن يملك السمع والأبصارومن يخرج الحي من الميت ويخرج الميت من الحي ومن يدبر الأمر فسيقولون الله

"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa atas pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan"? Maka mereka akan menjawab: "Allah". (Surat Yunus : 31).

Ini adalah masalah agung dan penting. Yaitu hendaknya engkau mengetahui bahwa orang kafirpun bersyaksi atas hal ini semua, mereka mengakui hal itu semua. Meskipun demikian, hal tersebut tidak memasukkan mereka ke dalam islam, dan tidak pula mengharamkan darah dan harta mereka, padahal mereka mengeluarkan sedekah, menunaikan haji, umrah dan melaksanakan ibadah ibadah lain serta meninggalkan hal hal yang haram karena takut kepada Allah azza wa jalla.

Akan tetapi masalah kedua inilah yang menjadikan mereka kafir serta halal darah dan hartanya, yaitu bahwa mereka belum bersaksi kepada Allah dengan tauhid uluhiyyah, yaitu tidak ada yang diseru dan diharapkan kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada selain-Nya, tidak bernadzar kepada selain-Nya, baik itu berupa malaikat yang didekatkan kepada Allah ataupun nabi yang diutus. Maka barang siapa yang beristighotsah (meminta pertolongan) kepada selain-Nya, maka dia telah kafir. Barang siapa yang menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada selain-Nya, maka dia telah kafir. Barang siapa yang bernadzar kepada selain Allah, maka dia telah kafir, dan lain lain yang serupa dengan ini.

Untuk melengkapinya, hendaknya engkau mengetahui bahwa orang orang musyrikin yang diperangi oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam, mereka berdo'a kepada orang orang sholih seperti malaikat, nabi Isa dan Uzair serta wali wali yang lain, sehingga mereka kafir dengan perbuatan ini, meskipun mereka mengikrarkan bahwa Allah lah yang menciptakan, yang memberi rezki dan yang mengatur. Bila engkau telah memgetahui hal ini, maka engkau telah mengetahui ma'na tidak ada ilah kecuali Allah. juga telah mengetahui bahwa barang siapa yang memuja nabi atau malaikat atau meminta pertolongan kepadanya, maka ia telah keluar dari Islam. Inilah kekafiran yang telah diperangi oleh Rosulullah. Bila seorang musyrik berkata: "Kami telah mengetahui bahwa Allah adalah sang Pencipta, Pemberi rezki, dan Pengatur. Dan dimungkinkan orang orang sholeh itu termasuk orang orang yang didekatkan di sisi Allah, dan kami berdo'a kepada mereka, bernadzar dan beristighotsah kepada mereka, dengan harapan agar kami mendapatkan kedudukan dan syafaat, tidak lebih dari ini, karena kami memahami bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur". Maka katakan kepadanya: "Perkataan kamu ini adalah madzhab Abu Jahal dan orang orang yang semisalnya. Sesungguhnya mereka berdo'a kepada nabi Isa, Uzair, malaikat dan para wali, juga mengharapkan hal tersebut". Sebagaimana firman Allah:

ويعبدون من دون الله ما لا يضرهم ولاينفعكم ويقولون هؤلاء شفعاءنا عند الله

"Dan mereka beribadah kepada selain Allah yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka rtu adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah" (Yunus : 18)

Jika engkau memperhatikan hal ini dengan baik, engkau akan mengetahui bahwa orang orang kafir telah bersaksi atas tauhid rububiyyah, yaitu bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, memberi rezki dan mengatur. Akan tetapi mereka memuja Nabi Isa, malaikat serta para wali agar dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah dan agar mendapatkan syafaat. Engkaupun akan memgetahui bahwa sebagian dari orang orang kafir itu, terkhusus orang orang nashrani, diantara mereka ada yang beribadah kepada Allah di malam hari dan di siang hari, bersikap zuhud terhadap dunia, mengeluarkan sedekah serta beruzlah (memisahkankan diri dari manusia) di gereja gereja. Meskipun begini, ia adalah orang kafir, musuh Allah, dan kekal di neraka. Karena sebab keyakinannya pada diri Nabi Isa, atau karena menyembelih untuk dipersembahkan kepada beliau ataupun bernadzar kepada beliau.

Telah jelaslah bagimu sifat Islam yang dida'wahkan oleh Nabimu shollallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam. Jelas pula bagimu bahwa banyak manusia yang menjauhkan diri darinya (dari Islam). Jelas juga bagimu ma'na sabda beliau shollallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam:

بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا كما بدأ

"Islam telah bermula dalam keadaan terasing dan kelak akan kembali menjadi terasing"

Allah....Allah....Wahai saudara saudaraku. Berpegang teguhlah kalian pada pokok Din kalian, yang awal dan akhirnya, inti dan kepalanya adalah syahadah tidak ada ilah selain Allah. Ketahuilah ma'nanya. Cintailah kalimat ini dan cintailah para pemeluknya dan jadikan mereka sebagai saudara saudasa kalian walaupun mereka adalah orang orang jauh. Dan kafirlah kepada thogut thogut. Musuhi mereka dan bencilah mereka serta bencilah orang yang mencintai mereka atau membela mereka atau tidak mengkafirkan mereka atau mengatakan bahwa saya tidak diperintah oleh Allah untuk memusuhi mereka. Sungguh orang ini telah berdusta atas nama Allah dan telah mengada ngada. Sungguh Allah telah membebani dia untuk memusuhi mereka serta Dia telah mewajibkannya untuk kafir kepada mereka dan berbaro' (berlepas diri) dari mereka, walaupun mereka adalah saudara saudaranya atau anak anaknya...

Allah....Allah....Berpegang teguhlah dengan hal ini, mudah mudahan kalian menemui Rob kalian dalam keadaan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Ya Allah, wafatkanlah kami dalam keadaan muslim dan gabungkanlah kami dengan orang orang sholih.

Kami akan menutup pembicaraan ini dengan satu ayat yang telah disebutkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, yang menjelaskan bagimu bahwa kekafiran orang orang musyrikin pada zaman kita sekarang ini lebih besar kekafirannya dari orang orang yang telah diperangi oleh Sosulullah shollallahu 'alaihi wa aalhi wa sallam. Allah ta'ala berfirman:

وإذا مسكم الضر في البحر ضل من تدعون إلا إياه فلما نجاكم إلي البر أعرضتم وكان الإنسان كفورا

"Dan apabila kalian ditimpa bahaya di tengah lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru, kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia itu selalu tidak berterima kasih". (Al Israa' : 67).

Tatkala kalian mendengar bahwa Allah subhanahu telah menyebut keadaan orang orang kafir, bahwa mereka apabila mereka ditimpa bahaya, mereka meninggalkan 'sayyid sayyid' dan 'syeikh syeikh' mereka serta tidak meminta pertolongan kepada mereka melainkan mereka memurnikan hal itu hanya untuk Allah saja. Apabila telah datang masa longgar, mereka kembali mengerjakan kesyirikan. Sedangkan engkau melihat keadaan orang orang musyrik pada zaman kita sekarang, dan bisa jadi sebagian dari mereka ada yang mengaku ngaku termasuk dari ahlul 'ilmi yang memiliki sifat zuhud, ijtihad dan ibadah, bila bahaya menimpa dirinya, terkadang ia meminta pertolongan kepada Ma'ruf atau Abdul Qodir Al Jailani atau yang lebih mulia dari beliau berdua, yaitu Zaid bin Khathab dan Zubair, atau yang lebih mulia dari beliau berdua, yaitu Rosulullah shollallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam.
Wallahul musta'aan...

Dan yang lebih besar lagi dosanya, bahwa mereka meminta pertolongan kepada thogut thogut yang kafir semisal Samsan, Idris, Yunus dan yang seperti mereka

Wallahu subhanahu wa ta'ala a'lam.

(copas dari blog : http://terapkan-tauhid.blogspot.com)